Jumat, 18 Juni 2010

Senandung Misteri

Senandung

Misteri


Rahensyah.Azhar.Pratama

Huuaaahh…” pagi itu aku bangun,tak seperti biasanya.Ya,ini hari pertamaku berada di kamar baru,rumah baru,rumah singgahan kami sekeluarga.


Kamarku tampak belum rapi,kardus terlantar dimana-mana,sobek-sobek.Seperti ruangan tak berpenghuni.

Disana sini masih terdapat sawang sarang laba-laba dan debu yang mungkin masih setebal buku tulis baruku.

“Haah..!! untung saja .hari ini hari minggu.Aku bisa beres –beres” kataku sambil menguap dan berusaha beranjak dari tempa tidur rapuh yang baru dipindah kekamar ini.Sempit,tapi nyaman.Jam dinding berbentuk kubus dipojok ruangan sudah menunjukan pukul 06.15. Aku bergegas keluar menuju kamar mandi disebelah kamar,melewati lorong kayu yang berderik senada dengan langkahku.Kecewanya aku setelah melongok ke dalam bak mandi baruku itu,kosong dan berdebu.Lama kutunggu setelah kuputar kran,air baru menerjang dengan derasnya.Aku mengambil segayung air untuk mencuci muka dan pergi meninggalkannya terbuka. Berisik sekali.

Aku berjalan menuruni tangga menuju ruang makan,melewati lantai bederik lagi. Di ruang makan telah menunggu keluarga bahagiaku. Ibu, Ayah ,dan tentu saja adik tersayangku.Mimi

“Oh,Hei kak! Selamat pagi kak…!”

“Ayo zhar segera makan ,keburu dingin..! ibuku menyuruhku dengan isyaratnya.

“iya ma!” jawabku.

“setelah makan kamu rapihin dan bersihin kamar ya!”

“sudahlah ma! kita makan dulu.” sahut Ayahku.Setelah itu ,mulailah perbincangan yang tidak menarik. Sesudah sarapan,aku bergegas kembali ke kamar.

Suasana kamarku belum berubah,lemari kayu lapuk diujung ruangan,kasur disudut lain yang berada dekat jendela. Pengap dan gelap. Sebelum aku membuka jendela dan menyalakan lampu.

Disebrang rumahku,agak jauh,karna jalan yang memanjang, tampak rumah yang megah dan besar,sepertinya kosong. Sepintas aku melihat bayangan melintas.


Ya, diantara jendela-jendela gelap itu. Hanya kucing!! Pikirku. Lalu aku berlanjut,segera membuka kardus dan merapikan barang barangku.

Tak terasa,jam tua diruang tamu sudah berdentum 3 kali,mirip sekali dengan alarm gempa yang ada dirumah lamaku. Menakutkan…

Aku bergegas menyapu lantai kamarku karena kupikir kamarku sudah serapi kamarku dulu. Sejenak aku terdiam untuk menyampurnakan dan merilexkan kembali badanku yang rapuh ini…

Sudah jam3,capek sekali..”

Tak lama setelah aku mengeluh,kudengar suara merdu bersenandung di rumah sebrang yang tadi aku tengok. Kucoba tengok lagi rumah tua itu, berharap ada seseorang yang membukakan jendela untuku. Tapi hanya suara merdu dan bayangan gelap rumah yang aku temukan. Entah mengapa,rumah tua itu begitu pucat kini,gelap dan beraura mistis.Mati, kematian dan kesedihan terpampang jelas dirumah itu.

Zhar..zhar..makan dulu,masa belum makan siang?? Ini lo ditunggu adik dan shiro”

Ah ,kagetnya aku,teriakan mama bagai lolongan serigala tengah malam yang mengagetkan dalam kesunyian sangat..

Iya ..ma..!” sahutku. Shiro…Shiro…Shiro… nama itu sudah lama terukir di sanubariku. Kucing putih tersayangku. Aku lupa,ia belum aku kasih makan!! Seruku dalam hati. Masya Allah. Badanku gemetar ,takut akan kehilangan shiro, yang mati kelaparan… OH NO…!!! .Lari ,berlari aku secepat mungkin, bingung, kebingungan melandaku.

Shiro..shiro..ma!! belim tak kasih makan ma!!” tanyaku spontan,tapi tak ada respon.

Udah kok! Dikasi maem cama mama!!” adiku baru merespon.

Sudah dikasi makan nak shiro-nya!! Sekarang kamu yang makan!!” perintah ibuku.



Oh ya, bapak udah berangkat! Tadi ada urusan proyek .”

hem..he.em…” jawabku sambil meredam kepanikan.


***

Sambil menikmati segarnya sayur asam buatan ibuku serta renyahnya tempe goreng buatan ibuku. Aku berpikir untuk berjalan jalan disekitar kompleks baruku. Melihat dan mengunjungi rumah tua itu.

“apa aku boleh jalan jalan ma? sama shiro ma? setelah makan ini?” tanyaku pada ibuku yang sedang berdiri mencuci piring.

“Boleh,tapi jangan capek-capek lo ya! Oh ya,tolong ambilkan sabun cuci itu kemari dan bawa piringmu!” perintah Ibuku.

Aku menuruti katanya.

“ Sekarang, sekalian ya,cuci piringnya dulu,mandi,sholat,baru pergi..oke! Mama mau masak nasi dulu!”

“Yaah..mama..!!”

“ Tolong ya!”

Ibuku menghimbaukan agar aku tak marah, tapi sungguh tak efektif.

Aku masih malas bermain dengan air,nanti pasti bau dan harus mandi..Huuah…

Tumpukan piring itu bagai banginan bertingkat dari kaca dengan sendok dan kotoran yang tak karuan.


* * *


Selesai mandi,sholat,dan tentu saja cuci piring,aku langsung bergegas pergi tanpa mengucap sepatah kata pun. Ibuku lagi mandi,adik tidur..Ya sudah..

“Ah,yang penting sudah izin tadi kan ro??” Aku seperti orang sinting! Berbicara pada kucing. Tapi entah mengapa aku menganggap shiro tahu dan mengerti segala yang aku ucapkan padanya, setelah aku menatap matanya dan ia merespon. Shiro memang aku anggap adiku sendiri,ia kadang tidur bersamaku di kamar lamaku. Lucu sekali…

Sambil menggendongnya dan sesekali membiarkanya jalan-jalan sedangkan aku menikmati perjalananku di bawah langit mendung dan diantara rumah rumah mewah yang modern. Di depanku tampak segerombol anak kecil bersepeda dan babysitter bersama kereta bayinya.

Ya, hanya itu pemandangan kehidupan disore ini. Aku mengitari kompleks sebelum aku saampai di rumah tua bersenandung itu.

“Lucunya kucingmu itu! Hati hati ilang lo!!”

Kagetnya aku setelah ada seseorang bertanya disebelahku. Ia menggendong shiro.

Oh,maaf.terima kasih.salam kenal,aku Azhar,aku baru disini.” Jawabku seraya menggambil shiro dari gendongnnya.

Oh ya, kenalin juga ,aku Rini. Aku sekolah di SMPN 13 Solo.kamu sekolah mana?” tanyanya kembali.

Aku besok mulai sekolah juga di SMP itu. Mohon bantuannya ya.”

Oke. Jangan kuatir. Aku duluan ya! Da..” Jawabnya seraya melambaikan tangan.

Da…” jawabku lirih seraya menggendong shiro menjauh dari rumah gais yang mengaku bernama Rini tadi.Rumah yang berantakan.


Kulihat jam ditanganku menunjukan hampir pukul lima. Aku berlalu di gang dengan langkah cepat,ingin segera sampai di rumah tua itu.

Huuh..huuh..huuuh….” nafasku seakan berlomba dengan dengan cepatnya,saat aku istirahat,kudapati shiro menatap tajam kesebuah rumah,yang kusadari itu adalah rumah tua yang aku tuju. Kutengok shiro sekali lagi ,sekarang ia lebih dari sekedar menatap. Ia mulai menggeram dan tiba-tiba kulihat lampu lampu jalanan mulai nyala seakan menyambutku datang ke rumah tua itu.

Aku berjalan perlahan menuju pagar gerbang rumah tua itu. Kuperhatikan, kutengok halaman luas itu dari luar. Gerbang pagar berkarat itu trbuka perlahan.Seakan menyambutku bagai penghuni baru.Mungkin angin pikirku. Kulihat jelas sekarang,rumah itu sungguh megah,arsitektur belanda, sepertiny bekas rumah orang terpandang.

Halamannya luas,cukup untuk beberapa mobil dan sekarang aku bisa bayangkan eloknya kebun itu saat masih jaya dulu.

Bulukuduku berdiri,aura horor rumah itu terpampang jelas. Jantungku berdetak semakin kencang seraya kakiku yang kian melangkah. Shiro melompat dari gendonganku.

Kuharap aku bisa mendengar suara merdu nan lembut menenangkan yang bersenandung dalamnya.Tapi yang kudengar hanya desir angin dan graman shiro.

Kuurungkan niatku memasukinya lebih dalam,takut akan kejadian tak terduga.

Shiro! kemari! Ayo pulang!” perintahku pada shiro. Meski masih mengomel,ia mengikutiku kembali keluar menuju gerbang berkarat itu lagi.

Oh..” seruku kaget.

Terdengar suara merdu wanita bersenandung,semakin kudengar, semakin tenang hatiku,tentram, semakin tenang diiringi susana kompleks yang sepi bagai tak ada kehidupan.Aku ingat kata ibuku, rumah-rumah tetangga lainnya juga sering ditinggal karena urusan bisnis.Seperti Ayhku,karena itu juga kami pindah kesini. Tak heran hanya aku yang mendapati alunan misterius ini.

Assalamualaikum! Ma,dik,aku pulang” salamku pada rumah.

Tak lama setelah salamku,kudengar alunan yang tak kalah menenangkan hati,Adzan Maghrib. Aku dan ibuku berjamaah tanpa ayahku,beliau belum pulang.


* * *


Setelah makan malam bersama sekeluarga,termasuk Ayahku. Aku naik ke kamar untuk menyiapkan untuk sekolah besok.

“Kak ,jangan lama-lama! Ada pilem MuLan” teriak adiku. Jawabku dengan isyarat padanya.

Kamarku sudah berubah,tertata rapi,dan jendelanya sudah ditutup.Pasti Mama. Pikirku dalam hati. Aku menyiapkan beberapa buku tulis yang sudah agak penuh,karena kupikir mungkin akan berguna.

Satu jam tak terasa sudah aku lewati di kamar,aku turun dari kamar dan melompat ke sofa di ruang TV. Dengan antusias aku menonton film “ MuLan” yang baru itu aku tonton,tapi aku sudah dengar dari tanteku,dulu kami tinggal bersama.

* * *


“Kriiiing….kriiiing…kriing…” wekerku di handphone berbunyi. Aku kira aku ada di kasur nyamanku,tai aku ketiduran di sofa bersama TV yang mati dan shiro yang terlelap di sofa lain. Jam tua menunjukan pukul 04.00,aku bangun dan segera mengambil air wudhu untuk sholat subuh.

“Sudah sholat nak??” tanya ibuku yang tiba-tiba muncul memakai mukena.Seperti pocong! Aku kaget! Wuiih…

“Oh,ya mam,ini mau sholat.”

“ Bapak dan mama udah,kamu nyusul ya…” kata mama.

“Iya,gakpapa kok.”

Aku bergegas wudhu,sholat,lalu belajar seperlunya. Setelah itu aku mandi dan siap-siap berangkat sekolah.Aku berniat mampir kerumah Rini untuk minta bantuannya.

Aku meluncurkan sepedaku dengan cepat menuju rumah Rini. Kami bersepeda besama menuju sekolah.

***

Tepat pukul 13.15,bel sekolahku berbunyi. Aku pulang membawa banyak atribut dan buku-buku sekolah baru.

“Eh..zhar..zhar..!! katanya temen-temenku kamu ganteng lo! Pasti bentar lagi jadi playboy cap kucing! Hahaha”

Rini mencoba bicara padaku.

“Oh,hai,bilangin aja! Jangan khawatir! Aku lo blum pernah pacaran sekalipun!” jawabku santai.

“Haaah?? Jaman gini masih IJO LUMUT??”

“Apaan tuh?” tanyaku penasaran.

“ Ikatan Jomblo cooLfUll dan iMUT.”

“Hahhaha! Ada-ada aja kamu ini!”

“Eh ya!, kamu bareng gak?”

“Ndak,sorry,rin,aku ada urusan.”

“Oh…yaSud…bye…!”

“Gitu aja disingkat cuy!!” teriaku. Mungkan yang dimaksud adalah Ya Sudah.Pikirku.

Sekarang aku berniat mampir ke rumah tua itu,kali ini,aku bulatkan tekatku.Aku harus bisa masuk! Rasa penasaranku mengalahkan nyaliku.

Aku melesatkan sepedaku langsung ke rumah itu.


Seperti biasa,aku membuka gerbang pagarbesi berkarat itu lagi,aku berjalan masuk diiringi hembusan angin dan langit mendung.Aku melongok ke sebuah jendela berdebu untuk memastikan tak ada yang berbahaya. Aku mendengar lirih suara piano yang melengking sebelum aku melihat dar jendela seorang gadis cantik berambut panjang,berpita,dan bergaun warna ping.Sungguh feminim.

Iringan musiknya seakan mengiringi kucing-kucing yang ada berkeliaran disana untuk menari.

Ha..Hat,chiii…” debu-debu jendela membuatku bersin. Serentak musik itupun berhenti dan gadis itu menoleh padaku dengan anggunnya. Subhannallah. Cantiknya gadis ini. Pikirku dalam hati.

Terpesonanya aku pada pandangan pertama,sungguh elok.putih.dan mungkin orang biasa menyebutnya babyface. Imut banget!

Aku berdiri,salah tingkah,

Ha..hai..” sapaku padanya.

Ia hanya tersenyum.

Boleh aku masuk?”

Ia tersenyum padaku untuk kedua kalinya,dan aku kira itu jawaban BOLEH.

Ketika aku masuk, aku seperti berada pada sebuah konser musik dengan kucing-kucing itu sebagai penontonnya, tak ramah, karena aku mengganggu ketenangan mereka. Aku tahu, mungkin Shiro mengerang gara-gara merasakan banyak kucing disini. Aku semakin masuk mendekati gadis itu.

Hai, boleh kenalan? Siapa namamu?” tanyaku.

Luci” jawabnya perlahan seraya mencoba menyusun kembali musik pianonya. “Aku baru pindah dari Surabaya, mohon bantuannya ya”. “Baik” jawabnya perlahan lagi dan kali ini sambil bermain musik. “Kamu tinggal sendiri, Luci?”. “Hmm … bersama kucing-kucing ini”. “Duh … hm … boleh aku duduk disebelahmu?”

Silahkan” ia bergeser dari kursi piano panjangnya. “Wah, kamu pinter bermain musik ya!!”

Ahh, tidak juga” jawabnya hanya perlahan, sepertinya dia tipe cewek pendiam.

Kamu tidak sekolah?” tanyaku lagi.

Aku sakit”.

Oh … ya sudah, aku doain cepat sembuh ya…”

sunyi … sepi … tapi tenang … kucing-kucing pun bahkan terdiam … mendengarkan alunan piano si masterpiece.

Tak sadar aku, sekarang sudah pukul 3, padahal hanya basa-basi dan oh … aku harus cepat pulang, pasti ibuku khawatir, walau hanya dirumah sebrang.

Luci, aku pamit dulu ya!!”.

Oh, iya, silahkan … terima kasih ya sudah berkunjung”.

Iya, sama-sama. Lain kali, aku boleh kemari lagi kan?” tanyaku sambil melihat-lihat si Luci, ternyata di tangannya terdapat seperti cap cakaran kucing yang rapi.

Iya, silahkan”. “Luci, itu kenapa?” tanyaku penasaran, padahal sebenarnya banyak yang ingin aku tanyakan, ia sakit apa? Kemana keluarganya? Dan sebagainya … tapi hanya sedikit waktu. Dan jawaban Luci mengagetkanku.

Itu hanya cakaran kucing”.

Ouh, ya udah, da … sampai nanti” aku bertanya-tanya dalam diriku.

Ya, da …” jawab Luci.

Aku berjalan cepat menuju gerbang, tak memperdulikan kucing-kucing marah itu dan berlalu menuju rumah.


* * *


Seperti biasa,hari ini, pulang sekolah,aku ingin kembali mengunjungi Luci. Aku lupa aku belum memperkenalkan diriku sendiri, tapi apa dia sendiri tak bertanya-tanya siapa diriku ini??

13.15. Bel sekolahku kembali berbunyi. Aku tak memperdulikan cewek-cewek yang menggodaku di kursi depan kelas. Ya,termasuk teman-temannya si tomboy Rini. Aku bergegas menuju parkiran dan bersepeda kencang menuju kompleks, lalu berlalu menuju rumah tua Luci.



“ Permisi…Luci ..?? Aku mengucap salam,tapi hanya sunyi yang menyambutku, tak ada alunan musik lembut Luci. Aku mendorong gerbang besi berkarat itu lagi dan mengetuk rumah Luci. Tak ada jawaban, tetap sepi, bahkan suara kucing pun tak menyambutku.

Kutengok lewat jendela berdebu itu lagi, sepi ,tak ada orang di dalam. Kemana dia??,pikirku. Sekarang kucoba masuk kedalam rumah tua rapuh itu, kukira terkunci dengan rapatnya. Tapi pintu tua itu terbuka perlahan ketika aku menyentuhnya dan kulihat ruangan ini telah sepi,kucari-cari disudut rumah,ditiap balkon,tapi sepi masih melandaku. Rumah itu kosong. Mungkin ia keluar sebentar, fikirku agar tak khawatir.

Kuurungkan kembali niatku untuk masuk lebih dalam,aku kembali keluar menuju gerbang berkarat itu lagi seakan aku sudah melewatinya berkali-kali. Kukendarai perlahan sepedaku menuju rumah,kukira enak menikmati perjalanan singkat itu ditengah langit yang tetap mendung. Oke, nanti sore aku akan kembali lagi. Ucapku dalam benak.

“Assalamualaikum” ucapku lembut pada rumah tua kesukaan Ayahku itu.

“Waalaikumsalam. Zhar ayo cuci muka lalu makan siang.” Sahut ibuku.

“Iya ma,aku masih kenyang,mama dulu saja. Jangan kuatir”

“Ya sudahlah, ini mama siapkan!! Nanti dimakan lo ya!!”

“Okehh..Okehhh maaa….”

Aku beralih ,berjalan menuju tangga dan naik tangga dengan tertatih-tatih. Aku buka kunci kamarku dan Oooh… kagetnya aku setelah mendapati gadis cantik berambut panjang duduk kursi dikamarku. Dan aku kenal. Itu Luci.

“ Luci ?? kamu kok ada dikamarku?? Tahu darimana kamu??” tanyaku spontan.

“Aku tau segala darimu Azhar…”

“…Aku mau minta tolong” Lanjutnya. Lalu ia berjalan mendekatiku dan menunjukan Cakaran kucing rapi yang ada ditangan kanannya itu. Aku terkapar,aku ketakutan dan gemetar. Bagaimana tidak?? Ia begitu pucat dan berantakan. Aku takut sesuatu terjadi padanya. Lalu tiba-tiba ia menangis,air matanya menetes di lantai kamarku dan ia berlari,berlari dengan gaunnya yang lusuh. Berlari menuju jendela dan melompat ke luar sana.

“ Luci!!” teriaku spontan!! Ia akan jatuh..akan..akan.. Aku turut berlari,kutengok kebawah jendela,tak ada sipapun,tak ada darah.

“ Astaghfirullah”. Ia hebat sekali. Pikirku. Lalu sore itu berlalu begitu menegangkan. Aku sama sekali tak berpikiran sesutu yang ganjil waktu itu. Sama sekali tidak.

Nafasku terengah-engah, takjub akan yang baru aku lihat dan selenak aku berpikir.Cakaran kucing, tolong. Apa maksudmu Luci? Apa maksudmu??? Tanyaku dalam hati.

Aku berniat kembali kerumah Luci, sambil membawa shiro. Kupikir mungkin ada hubunganya dengan tato kucing ditanganya yang pucat. Kulihat jam dipojok menunjuk pukul 14.15. Ya,sekitar itulah.

“ Ma,sebentar ya,aku pergi dulu ya, kerumah temen. Ada urusan,.,boleh ya??”

Tanyaku pada Ibuku yang sedang beres beres.

“ Lho,kamu kan baru pulang??” jawab ibuku lembut.

“Iya,ada yang ketinggalan, dibawa temenku mungkin,itu lo,deket kok rumahnya.Boleh ya??”

“Cepetan tapi ya!! Kamu belum makan!!”

“ Oke ma!!” tukasku.

Aku berlari menuju pintu utama dan kulihat shiro, sedang bermain main dengan kupu-kupu di halaman depan Kusergap shiro, kugendong dan kubawa lari ke depan. Menyebrang jalan dan bergegas kerumah tua itu.


Shiro menggerang, tak perduli aku padanya karena aku sudah tau sebabnya. Tapi kuberharap shiro bisa menolong, menyelamtkan Luci. Walaupun aku tak tahu pasti apa yang terjadi.

Luci?? Luci??”

Aku berteriak sambil membuka gerbang besi dan berlari langsung masuk ke rumah itu dengan persaan panik. Khawatirku sangat. Apa ini yang disebut Cinta??? Ahh!! Pikirku ngaco!! Yang penting Luci selamat sekarang. Itu urusan belakangan zhar!! Kataku dalam hati pada didiku sendiri.

Saat pintu kubuka, aku disambut dengan geraman puluhan kucing.Seakan mengerti perasaanku , shiro melompat melayani ratusan kucing setan itu. Terlihat dari mata para kucing. Merah api menyala.

Terdiam sejenak,aku berpikir kemana Luci? .Aku mencari-cari disetiap sudut ruangan. Aku mendapatinya terikat disalah satu balkon dalam rumah. Aku begegas naik menghindari kucing-kucing setan itu.Sementara shiro berusaha melwan banyaknya kucing mereka.

Kulepas ikatan Luci , kugenggam tanganya. Dingin. Sedingin Es.

Kulihat shiro berubah,matanya memerah,merah tajam dan badanya berubah menjadi lebih kekar saat Luci menatap tajam padanya. Ia mengirimkan kekuatan pada shiro. Sekarang shiro bagai kucing yang paling berkuasa dalam ruangan itu. Semua takut.

Ayo Luci!! Kita pergi!!” ia diam saja. Kini ia menampangkan wjah khawatir pada pertarungan kucing itu. Khawatur pada shirokah?atau pada para kucing setan??

Shiro,apa itu kucingmu??” tanyanya tiba-tiba.

Hmmm.. Ya. Kenapa??” jawabku.

Terima kasih ya,..”

Haaah?? Apa maksudmu Lu??”

Kamu dan shiro sudah menyelamatkanku dari kutukan Hantu leluhur kucing.”

Tepat saat shiro menghajar kucing terakhir yang terbesar,ia mengalahkannya,dan semua kucing seakan ditelan debu. Tangan Luci yang dingin menggenggam kedua tanganku dan menunjukan tanda cakaranya menghilang seiring desiran angin.

Selamat tinggal Azh, Shir…”

Belum selesai ia meneruskan kata-katanya.Aku menatap matanya , lentik dan bening. Lalu seiring kedipan mataku, genggamanku mulai pudar, ia menghilang. Lenyap. Tanpa aku bisa mengucapkan kalimat terakhirku. Aku sayang kamu…

Shiro berjalan tertatih-tatih, ada luka cakaran dipipinya tapi ia tak kenapa-napa. Sekarang aku kehilangan,merasa kehilangan. Aku tahu,ia cinta pertamaku.

Aku mencintai seorang Hantu. Ya, Hantu Luci. Pikirku seraya menggendong shiro.

Selamat Jalan Luci… Kita akan bertemu lagi…

* * *


Tanganku masih gemetar,tak sadar aku kalo lantai 2 rumah itu semakin ambruk…

Aku berlari keluar menuju halaman luas tak karuan itu lagi dan saat shiro melompat turun,aku mendapati tanganku menggenggam pita merah muda yang tadi dipakai Luci. Pita Luci.

Rumah kenangan Luci hancur dibelakangku, bersama dengan hilangnya kutukan pada dirinya. Akhirnya ia tenang. Pikirku. Lalu kugendong kembali shiro.

Kutatap mata shiro dalam gendonganku. Dan aku kenal mata itu. Itu Luci. Cinta pertamaku.

Alarm polisi dan ambulance menyadarkanku. Aku berjalan perlahan kearah keramaian, melewati PoliceLine. Mungkin ada yang mendapatiku masuk ke rumah tua itu dan melaporkan pada polisi.

Aku lemah,aku langsung terjatuh di gendongan ayahku yang baru datang,dan shiro melompat dari pelukanku. Kusadari hari sudah gelap.Tapi,malam ini gelap sangat melandaku.Sangat pekat.

* * *


“ Luci..Luci..Luci..”

Mimpiku membangunkanku. Luci pamit,ia pamit padaku. Aku terbangun dan aku rasa shiro juga memimpakan hal yang sama. Ia tertidur disudut kamarku dan terbangun bersama denganku.Ia melompat kekasur tempatku tidur,dan menatapku . Kutatap kemabali mata tajamnya,berharap ada Luci,tapi tak ada. Ia sudah meninggalkanku.

Aku melihat dari kaca,dijendela terlihat bayangan seorang gadis cantik,lalu kualihkan mataku ke jendela. Kudapati Luci tersenyum padaku, sambil merentangkan tangannya menikmati hembusan angin pagi. Lali menghilang bersama daun daun berterbangan.


* * *


Sejak saat itu, arwah Luci selalu menemani hari-hariku yang sepi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar